Seperti yang kita dengar tentang Amerika bahwa waktu adalah sesuatu yang krusial. Time is Money. Orang Amerika sangatlah menghargai waktu.
Sebagai orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu, kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet. Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang demikian(meski tidak semua orang Indonesia demikian). Selama di AS saya selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la Amerika. Saya yang kerap datang lelet ke kampus, sebisa mungkin untuk tidak terlambat. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa kami. Indonesia. Sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu, selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun, kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union. Global Gala kalau ndak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Kami excited untuk pergi. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak . Saking mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali. Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya Fik dan Alina masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik. Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar 15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul 10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh. Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus. Malam itu, ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa, menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan Yusuf (yang larinya paling kencang)telah tiba di halte. Setiba disana, halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat. Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam. Udara Ames semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot, saya lupa membawa gloves (sarung tangan).Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan. Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa sampai di Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Kami nyaris menelpon teman kami, Ian serta supervisor kami. Namun kami mengurungkan niat tersebut sebab kami tidak mau merepotkan orang lain. Dalam kegalauan dan kepekatan malam,salah seorang teman, Anggie kalau tidak salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak setuju selain karena lokasinya cukup jauh, udara Ames benar-benar tidak bersahabat malam itu. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri Paman Sam,sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami sebagai foreigner. Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut, dalam hati saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang bareng teman-teman seperti ini, pasti seru" namun tiba-tiba saya terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat saya untuk mendukung pendapat anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami. Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Dilantai bawah terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus). UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu. Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU. Malam semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik mobil sambil tertawa-tawa dan menyetel musik keras-keras.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?". Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala,seperti kami, mereka juga ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang. Kami menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride 'penyelamat' kami. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Thursday, October 13, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thursday, October 13, 2011
Be On Time atau Kau Akan Menyesal!
Seperti yang kita dengar tentang Amerika bahwa waktu adalah sesuatu yang krusial. Time is Money. Orang Amerika sangatlah menghargai waktu.
Sebagai orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu, kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet. Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang demikian(meski tidak semua orang Indonesia demikian). Selama di AS saya selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la Amerika. Saya yang kerap datang lelet ke kampus, sebisa mungkin untuk tidak terlambat. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa kami. Indonesia. Sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu, selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun, kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union. Global Gala kalau ndak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Kami excited untuk pergi. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak . Saking mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali. Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya Fik dan Alina masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik. Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar 15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul 10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh. Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus. Malam itu, ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa, menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan Yusuf (yang larinya paling kencang)telah tiba di halte. Setiba disana, halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat. Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam. Udara Ames semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot, saya lupa membawa gloves (sarung tangan).Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan. Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa sampai di Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Kami nyaris menelpon teman kami, Ian serta supervisor kami. Namun kami mengurungkan niat tersebut sebab kami tidak mau merepotkan orang lain. Dalam kegalauan dan kepekatan malam,salah seorang teman, Anggie kalau tidak salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak setuju selain karena lokasinya cukup jauh, udara Ames benar-benar tidak bersahabat malam itu. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri Paman Sam,sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami sebagai foreigner. Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut, dalam hati saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang bareng teman-teman seperti ini, pasti seru" namun tiba-tiba saya terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat saya untuk mendukung pendapat anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami. Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Dilantai bawah terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus). UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu. Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU. Malam semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik mobil sambil tertawa-tawa dan menyetel musik keras-keras.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?". Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala,seperti kami, mereka juga ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang. Kami menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride 'penyelamat' kami. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Sebagai orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu, kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet. Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang demikian(meski tidak semua orang Indonesia demikian). Selama di AS saya selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la Amerika. Saya yang kerap datang lelet ke kampus, sebisa mungkin untuk tidak terlambat. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa kami. Indonesia. Sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu, selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun, kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union. Global Gala kalau ndak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Kami excited untuk pergi. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak . Saking mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali. Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya Fik dan Alina masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik. Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar 15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul 10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh. Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus. Malam itu, ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa, menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan Yusuf (yang larinya paling kencang)telah tiba di halte. Setiba disana, halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat. Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam. Udara Ames semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot, saya lupa membawa gloves (sarung tangan).Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan. Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa sampai di Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Kami nyaris menelpon teman kami, Ian serta supervisor kami. Namun kami mengurungkan niat tersebut sebab kami tidak mau merepotkan orang lain. Dalam kegalauan dan kepekatan malam,salah seorang teman, Anggie kalau tidak salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak setuju selain karena lokasinya cukup jauh, udara Ames benar-benar tidak bersahabat malam itu. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri Paman Sam,sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami sebagai foreigner. Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut, dalam hati saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang bareng teman-teman seperti ini, pasti seru" namun tiba-tiba saya terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat saya untuk mendukung pendapat anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami. Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Dilantai bawah terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus). UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu. Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU. Malam semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik mobil sambil tertawa-tawa dan menyetel musik keras-keras.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?". Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala,seperti kami, mereka juga ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang. Kami menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride 'penyelamat' kami. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Labels:
My Life In USA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thursday, October 13, 2011
Be On Time atau Kau Akan Menyesal!
Seperti yang kita dengar tentang Amerika bahwa waktu adalah sesuatu yang krusial. Time is Money. Orang Amerika sangatlah menghargai waktu.
Sebagai orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu, kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet. Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang demikian(meski tidak semua orang Indonesia demikian). Selama di AS saya selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la Amerika. Saya yang kerap datang lelet ke kampus, sebisa mungkin untuk tidak terlambat. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa kami. Indonesia. Sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu, selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun, kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union. Global Gala kalau ndak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Kami excited untuk pergi. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak . Saking mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali. Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya Fik dan Alina masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik. Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar 15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul 10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh. Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus. Malam itu, ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa, menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan Yusuf (yang larinya paling kencang)telah tiba di halte. Setiba disana, halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat. Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam. Udara Ames semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot, saya lupa membawa gloves (sarung tangan).Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan. Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa sampai di Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Kami nyaris menelpon teman kami, Ian serta supervisor kami. Namun kami mengurungkan niat tersebut sebab kami tidak mau merepotkan orang lain. Dalam kegalauan dan kepekatan malam,salah seorang teman, Anggie kalau tidak salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak setuju selain karena lokasinya cukup jauh, udara Ames benar-benar tidak bersahabat malam itu. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri Paman Sam,sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami sebagai foreigner. Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut, dalam hati saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang bareng teman-teman seperti ini, pasti seru" namun tiba-tiba saya terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat saya untuk mendukung pendapat anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami. Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Dilantai bawah terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus). UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu. Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU. Malam semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik mobil sambil tertawa-tawa dan menyetel musik keras-keras.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?". Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala,seperti kami, mereka juga ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang. Kami menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride 'penyelamat' kami. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Sebagai orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu, kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet. Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang demikian(meski tidak semua orang Indonesia demikian). Selama di AS saya selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la Amerika. Saya yang kerap datang lelet ke kampus, sebisa mungkin untuk tidak terlambat. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa kami. Indonesia. Sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu, selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun, kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union. Global Gala kalau ndak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Kami excited untuk pergi. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak . Saking mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali. Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya Fik dan Alina masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik. Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar 15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul 10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh. Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus. Malam itu, ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa, menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan Yusuf (yang larinya paling kencang)telah tiba di halte. Setiba disana, halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat. Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam. Udara Ames semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot, saya lupa membawa gloves (sarung tangan).Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan. Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa sampai di Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Kami nyaris menelpon teman kami, Ian serta supervisor kami. Namun kami mengurungkan niat tersebut sebab kami tidak mau merepotkan orang lain. Dalam kegalauan dan kepekatan malam,salah seorang teman, Anggie kalau tidak salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak setuju selain karena lokasinya cukup jauh, udara Ames benar-benar tidak bersahabat malam itu. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri Paman Sam,sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami sebagai foreigner. Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut, dalam hati saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang bareng teman-teman seperti ini, pasti seru" namun tiba-tiba saya terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat saya untuk mendukung pendapat anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami. Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Dilantai bawah terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus). UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu. Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU. Malam semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik mobil sambil tertawa-tawa dan menyetel musik keras-keras.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?". Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala,seperti kami, mereka juga ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang. Kami menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride 'penyelamat' kami. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Labels:
My Life In USA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment