Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.

Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.

Blogger templates

Free Cloud Cursors at www.totallyfreecursors.com
Kegagalan selalu membangkitkan rasa penasaran. Menyerah berarti berbuat kekonyolan. Bangkit, berlari dan teruslah berjuang! (rfs)

Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.