Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.

Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.

Blogger templates

Free Cloud Cursors at www.totallyfreecursors.com
Kegagalan selalu membangkitkan rasa penasaran. Menyerah berarti berbuat kekonyolan. Bangkit, berlari dan teruslah berjuang! (rfs)

Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.