Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.

Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.

Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.

Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.

Blogger templates

Free Cloud Cursors at www.totallyfreecursors.com
Kegagalan selalu membangkitkan rasa penasaran. Menyerah berarti berbuat kekonyolan. Bangkit, berlari dan teruslah berjuang! (rfs)

Friday, December 7, 2012

The Proposal

"Aku akan menikah”
Perempuan berjilbab biru dihadapanku itu nampak terkejut. Ia yang sedari tadi asyik dengan I-Phone nya mendongak. Dikerjapkan mata lentiknya seakan tak percaya.
“Serius?”
Aku tersenyum mengangguk “Dua rius”
“Dengan siapa?”
“Sarah” jawabku pasti, menyebut sebuah nama yang 3 tahun belakangan ini selalu membuatku bergetar.
Gadis itu terdiam sejenak. Tiba-tiba ia tergelak.”Ha..ha…ha…kau?melamar seorang Sarah?Coba ceritakan bagaimana caranya,hm?
“Aku mengiriminya pesan singkat.Mungkin akan mengajaknya untuk makan di sebuah Cafe dan memberikannya sebuah cincin. Cincin berlian. Melamarnya”
“ Dan kau pikir apa kira-kira jawabannya?
“Ya!”jawabku mantap.
Seorang pelayan datang menawarkan menu di meja kami.
“Crispy Vanilla cream dan Cappucino, tak pake lama,ok.” Si pelayan mengangguk tersenyum dan bergegas ke belakang.
“Bagaimana kau tahu aku akan pesan itu? Tanya si gadis heran.
“Bukankah itu yang selalu kau pesan?”
“Tidak juga, kau terlalu sok tahu”
Hening sejenak…
Di luar hujan mulai turun perlahan.
“Lalu?”
"Lalu apa? Tanyaku pura-pura tak mengerti.
“Soal si Sarah”
“Aku akan menikahinya sesegara mungkin”
“Kau yakin?
“sangat yakin”
“Apa yang kau punya untuk menikahinya?”
“Aku??Aku punya ini”
Aku menunjuk tubuhku sendiri. Di suatu tempat yang aku pikir hatiku tergeletak.
Gadis berjilbab biru itu kembali tertawa.
”Kau pikir itu cukup?”Itu tak cukup berharga” cemoohnya.
“Tentu saja ini berharga,kalo benda di dalam diriku ini dijual, ini akan berharga jutaan bahkan mungkin puluhan juta rupiah, bagi orang yang membutuhkan”
“Kalo begitu jual lah” kata si gadis dengan nada mengejek.”Lalu belikan rumah, mobil, harta dan cincin berlian yang mahal untuk kau pakai melamar Sarah. Kalau cukup sih.”
Gadis ini keterlaluan.batinku dalam hati
“Aku tak akan menjualnya sebelum aku menemukan setengahnya, benda ini belum lengkap. Belum cukup berharga bila aku belum menemukan separuhnya.
“Lalu dimana separuhnya?”
“Ada di dalam diri Sarah” Jawabku tersenyum puas.
“Sinting” Hanya itu yang keluar dari bibir gadis itu.
“Siapa?”Tanyaku dengan wajah polos.
“Kau! Tidak bisakah kau bersikap sedikit realistis?”
“Sarah itu real” Jawabku kalem.
“Kau itu terlalu kepedean. Lihat dirimu? Siapa kau? Kuliah saja belum kelar-kelar. Pekerjaan belum jelas. Berapa hasil yang kau dapat dari pekerjaan tak penting itu,menjadi fotografer ? Seribu? Dua ribu? Bagaimana bisa kau melamar Sarah?
Ah,gadis ini terlalu melecehkan. Aku kembali membatin.
“Bisa saja”jawabku tenang
Hey,boy! Keluarga Sarah itu keluarga terpandang. Mana mau mereka merelakan putri semata wayangnya pada orang sepertimu, kau bisa kasih makan apa dia nanti? Dan kalau kalian punya anak, bagaimana kau bisa menyekolahkannya, memenuhi kebutuhannya dan lain-lain?”
“Entahlah…tapi cara berpikirmu itu, seperti cara berpikir orang yang tak percaya Tuhan”
“Maksudmu?!” Si gadis nampak tersinggung.
“Rejeki sudah ada yang mengatur. Pernikahan tidak akan membawa kesusahan. Jangan khawatir soal rejeki. Bukankah Allah sudah berjanji soal itu?”
“Memang, tapi bukankah harus tetap diusahakan? Selama ini kau hanya mengandalkan kameramu untuk mendapat uang, tanpa mau mencoba pekerjaan lain. Aku sudah menawarimu berbagai pekerjaan di kantor ayahku, tapi kau tolak, karena tak sesuai idealismemu lah, tak sesuai minatmu lah..bla..bla. Sekarang kau butuh uang untuk melamar Sarah dan uang tidak akan jatuh seketika dari langit. Berpikirlah realistis. Pakai akalmu.”
“Kau lupa rupanya, cara kerja Tuhan kadang melebihi batas akal manusia. Selama kita yakin dan tetap berusaha, pasti ada saja jalannya.
Hening. Hanya suara rintik hujan di luar sana yang terdengar. Si pelayan datang kembali mengantarkan pesanan.
“Terima kasih” ucapku.
Ia mengangguk dan kembali menghilang ke belakang.
“Tapi tidak semudah itu. Sarah belum tentu mau menerimamu”
“Dia pasti menerimaku. Dia selalu menerimaku, bahkan ketika seisi dunia menolakku karena’keanehan’ku”
Si gadis berjilbab biru memutar bola matanya,putus asa.
“Kalau begitu keluarganya yang akan menolakmu”
“Itu biasa. Aku akan memperjuangkannya.Kau lupa, aku sudah kebal dengan berbagai penolakan. Bukankah aku memang sudah terlalu sering ditolak? Aku yang aneh, aku yang bodoh, aku yang tak punya pekerjaan, seperti katamu tadi.
“Kau akan malu dihadapan mereka”
“Aku tak peduli”
“Kau akan dilecehkan “
“Sudah biasa”
“Ah kau ini” Gadis itu menyeruput Vanilla Creamnya.
Hening kembali. Sebuah lagu lawas mengalun . Menjadikan suasana café itu terkesan lebih romantis. Aku memperhatikan, semakin malam, café itu nampak semakin ramai.
“Mengapa kau ingin menikahinya?” tanya gadis itu kemudian. Rupanya ia belum menyerah.
“Aku ingin menyempurnakan agamaku.
“Mengapa harus dia?”
“Karena dia jodohku.” Jawabku cuek sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua dari ransel tuaku.
Gadis itu mengawasiku. Ekspresinya awas.
Perlahan aku membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian dan menunjukkannya kepada gadis keras kepala itu.
Gadis itu nampak kaget melihat benda yang aku perlihatkan dihadapannya. Namun ia bisa menguasai diri secepatnya. Aku tahu ia bisa menaksir harga benda itu dan tak mengira aku bisa membelinya.
“Cantik kan? Seumur-umur, Ini benda paling mahal yang pernah kubeli dengan uangku sendiri.
“Hmm..lumayan. Dan dari mana kau dapat uang untuk membelinya?” Nadanya masih sama, mengejek.
“Dari pekerjaan tidak penting yang kau singgung tadi. Memotret."Jawabku tersenyum puas.
Si gadis membuang muka, acuh. Ia jelas telah kalah.
“Kau muslim kan? Kau percaya Tuhan kan? Menikahlah denganku,Sarah….
Gadis itu diam. Di luar hujan turun semakin deras....

Kamis,dinihari. Untuk sahabat yang akan menyempurnakan agamanya, 22 Desember tahun ini.

Saturday, September 1, 2012

Susahnya ngomong bahasa Inggris sama orang China..#Part II

Membaca kisah Trinity tentang betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan orang China asli  tanpa bahan pengawet, alias China yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!. Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William  yang bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada mereka.

Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka. Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget, sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..

Tetapi hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah Vivian. 

My Chinessemate

Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah. Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris. Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense kepada Marc, dosen grammar saya. 

"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??

Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali. 

Saya, Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut. Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada

Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule dan international student lainnya  kesulitan mengeja nama mereka. Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut saya.
My writing class

Bye the way,  ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya. mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia (saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing. Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
 "Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc

Saya lupa kalo China itu luas.